Jumat, 29 Mei 2009

Pengaruh SEX BEBAS terhadap kehidupan para remaja



Zaman sekarang ini, masalah remaja sudah menjadi suatu masalah yang cukup pelik. Hal ini dikarenakan dampaknya yang cukup besar bagi perkembangan lingkungan masyarakat. Masalah remaja yang marak akhir-akhir ini diantaranya adalah penggunaan narkotika dan obat-obatan terlarang, tawuran atau perkelahian antar pelajar, dan juga pergaulan bebas. Usia remaja memang saatnya dimana seorang anak memasuki masa pubertas. Kata “pubertas” berasal dari bahasa Latin, yang berarti usia menjadi orang; suatu periode di mana anak dipersiapkan untuk mampu menjadi individu yang dapat melaksanakan tugas biologis berupa melanjutkan keturunannya. Dalam periode ini, terdapat perubahan-perubahan yang bersifat biologis dan psikologis. Hal yang demikian ini dipengaruhi oleh daya tarik seksual atau “sex appeal.” Perilaku sebagai bagian dari ciri pubertas ini ditunjukkan dalam sikap, perasan, keinginan, dan perbuatan-perbuatan. Lebih-lebih dalam persahabatan dan ”cinta”. Rasa bersahabat sering bertukar menjadi senang. Ketertarikan pada lain jenis suka “loncat-loncatan” atau “cinta monyet” yang ditandai dengan adanya hubungan pacaran di kalangan remaja. Organ-organ seks yang telah matang juga menyebabkan remaja mendekati lawan seks. Ada dorongan-dorongan seks dan kecenderungan memenuhi dorongan itu, sehingga kadang-kadang dinilai dinilai oleh masyarakat tidak sopan. Seperangkat ciri dan gejala puber di atas merupakan tanda bagi para orang tua dan pendidik bahwa anak didiknya akan memasuki masa remaja dimana dibutuhkan sikap dasar tertentu yaitu pengertian, penerimaan, dan pemahaman untuk menghadapi masalah remaja yang kompleks.

Pentingnya SeX Education

Pendidikan seks atau pendidikan mengenai kesehatan reproduksi atau yang lebih trend-nya sex education sudah seharusnya diberikan kepada anak-anak yang sudah beranjak dewasa atau remaja, baik melalui pendidikan formal maupun informal. Ini penting untuk mencegah biasnya pendidikan seks maupun pengetahuan tentang kesehatan reproduksi di kalangan remaja. Berdasarkan kesepakatan internasional di Kairo 1994 (The Cairo Consensus) tentang kesehatan reproduksi yang berhasil ditandatangani oleh 184 negara termasuk Indonesia, diputuskan tentang perlunya pendidikan seks bagi para remaja. Dalam salah satu butir konsensus tersebut ditekankan tentang upaya untuk mengusahakan dan merumuskan perawatan kesehatan seksual dan reproduksi serta menyediakan informasi yang komprehensif termasuk bagi para remaja.

Mari kita para remaja menjaga diri dengan sebaik mungkin,dengan belajar dan mengetahui apa dampak kalau kita melakukan seks bebas dan pergaulan yang sembarangan,.untuk itu don't you do it before you get married....ok...

nihh coNtoh sex bebaS...!!!

Rabu, 03 Desember 2008

ILMU KOMUNIKASI

Perkembangan komunikasi sebagai ilmu selalu dikaitkan dengan aktifitas retorika yang terjadi di zaman Yunani kuno, sehingga menimbulkan pemahaman bagi pemikir-pemikir barat bahwa perkembangan komunikasi pada zaman itu mengalami masa kegelapan (dark ages) karena tidak berkembang di zaman Romawi kuno. Dan baru mulai dicatat perkembangannya pada masa ditemukannya mesin cetak oleh Guttenberg (1457). Sehingga masalah yang muncul adalah, rentang waktu antara perkembangan ilmu komunikasi yang awalnya dikenal retorika pada masa Yunani kuno, sampai pada pencatatan sejarah komunikasi pada masa pemikiran tokoh-tokoh pada abad 19, sangat jauh. Sehingga sejarah perkembangan ilmu komunikasi itu sendiri terputus kira-kira 1400 tahun. Padahal menurut catatan lain, sebenarnya aktifitas retorika yang dilakukan pada zaman Yunani kuno juga dilanjutkan perkembangan aktifitasnya pada zaman pertengahan (masa persebaran agama). Sehingga menimbulkan asumsi bahwa perkembangan komunikasi itu menjadi sebuah ilmu tidak pernah terputus, artinya tidak ada mata rantai sejarah yang hilang pada perkembangan komunikasi. Makalah ini ingin mengangkat zaman persebaran agama yang berlangsung antara rentang waktu tersebut (zaman pertengahan) menjadi bagian dari perkembangan ilmu komunikasi. Sehingga zaman pertengahan menjadi jembatan alur perkembangan komunikasi dari zaman yunani kuno ke zaman renaissance, modern, dan kontemporer.
Pembahasan

Telah disinggung di atas bahwa fenomena komunikasi berkembang dan tercatat kembali pada awal ditemukannya mesin cetak oleh Gutenberg (1457). Padahal, pada abad-abad sebelumnya, aktifitas komunikasi sudah berkembang cukup pesat yang berlangsung di zaman pertengahan (persebaran agama). Mungkin masa ketika diketemukannya mesin cetak itu sendiri terjadi di zaman renaissance, dimana pemikiran-pemikiran ilmuwan telah bebas dari dogma-dogma agama. Sehingga mereka tidak menyinggung masa persebaran agama sebagai bagian dari sejarah perkembangan komunikasi itu sendiri. Rentang waktu antara tahun 500 SM (masa-masa pemikiran retorika di Yunani kuno) sampai pada penemuan mesin cetak (1457 M) merupakan abad-abad dimana terdapat proses perkembangan komunikasi yang dalam hal ini berbentuk ajaran dan keyakinan suatau agama (yang tentu pula tidak dapat dipungkiri bahwa dalam aktifitas persebaran ajaran agama, retorika dan bentuk komunikasi lainnya cenderung berperan besar dalam mengubah keyakinan seseorang). Sehingga tidak menyalahi aturan kalau makalah ini mencoba mengangkat masa penyebaran agama dan ajaran-ajaran bijak yang berlangsung antara rentang waktu tersebut dijadikan sebagai bagian dari mata rantai sejarah yang hilang dari perkembangan ilmu komunikasi itu.

PENGERTIAN MENGENAI ILMU KOMUNIKASI
Pengertian mengenai ilmu komunikasi, pada dasarnya mempunyai ciri yang sama dengan pengertian ilmu secara umum. Yang membedakan adalah objek kajiannya, di mana perhatian dan telaah difokuskan pada peristiwa-peristiwa komunikasi antar manusia. Mengenai hal itu Berger & Chafee (1987) menyatakan bahwa Ilmu komunikasi adalah suatu pengamatan terhadap produksi, proses dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan lambang melalui pengembangan teori-teori yang dapat diuji dan digeneralisasikan dengan tujuan menjelaskan fenomena yang berkaitan dengan produksi, proses dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan lambang.

Pengertian di atas memberikan tiga pokok pikiran:
1. objek pengamatan yang jadi fokus perhatian dalam ilmu komunikasi adalah produksi, proses dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan lambang dalam konteks kehidupan manusia.
2. ilmu komunikasi bersifat ilmiah empiris (scientific) dalam arti pokok-pokok pikiran dalam ilmu komunikasi (dalam bentuk teori-teori) harus berlaku umum.
3. ilmu komunikasi bertujuan menjelaskan fenomena sosial yang berkaitan dengan produksi, proses dan pengaruh dari sistem tanda dan lambang.
Sehingga secara umum ilmu komunikasi adalah pengetahuan tentang peristiwa komunikasi yang diperoleh melalui suatu penelitian tentang sistem, proses, dan pengaruhnya yang dapat dilakukan secara rasional dan sistematis, serta kebenarannya dapat diuji dan digeneralisasikan.

Tujuan utama komunikasi adalah untuk
membangun/menciptakan pemahamam atau pengertian
bersama. Saling memahami atau mengerti bukan berarti harus
menyetujui tetapi mungkin dengan komunikasi terjadi suatu
perubahan sikap, pendapat, perilaku ataupun perubahan
secara sosial

Selasa, 25 November 2008

Tentang Institut Manajemen Telkom

STMB Telkom kini telah berbenah,dengan berganti nama dari STMB menjadi IMT membuat banyak dari masyarakat maupun mahasiswa yang ingin kuliah disini sedikit bingung,karena dari dulu nama STMB sudah diterima dikalangan masyarakat.

Pergantian nama STMB Telkom menjadi Institut Manajemen Telkom (IMT) pada tahun 2008 memang mengikuti langkah STTTelkom menjadi Institut Teknologi Telkom (ITT) yang sepertinya menjadi langkah bersama dari YPT untuk menuju kearah yang lebih baik.

Berikut sekilas sejarah dari STMB/ STMB Telkom/ IMT :

23 Mei 1990

Didirikan atas nama Master in Business Administration (MBA) Bandung sebagai Graduate School (sekolah pasca sarjana). Pada awal pendiriannya mengadop secara utuh schooling sistem pada Asian Institute of Management (AIM) Philipines.

10 Mei 1993

MBA Bandung berubah nama menjadi Sekolah Tinggi Manajemen Bandung (STMB)

25 September 1997

STMB membuka program S1 dengan program studi ”Manajemen Bisnis Telekomunikasi dan Informatika” dengan jumlah mahasiswa berjumlah 50 (lima puluh) untuk menjaga kualitas.

3 Januari 2006

Pergantian nama dengan menambah nama Telkom memang membuat nama STMB semakin dikenal sebagai salah satu bagian dari TELKOM dalan bidang Pendidikan. Tapi pergantian nama ini disesalkan para alumni, karena semakin membuat bingung mereka.

Maret 2008

Pada Maret 2008, STMB Telkom berganti nama dengan IMT (Institut Manajemen Telkom). Pergantian nama mengukuhkan bahwa sekolah ini menyediakan program manajemen terbaik di Indonesia dengan dukungan industri yang kuat. Di lain sisi, nama ini semakian membuat bingung pada alumni serta masyakat. Pergantian nama ini di sertai penambahan program studi.

Visi,Misi,Sistem nilai dan tujuan IMT.

Visi
  • - Menjadi lembaga pendidikan Tinggi bidang Manajemen berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi yang Unggul dan menjadi pilihan di tingkat Regional.

Misi
  • - Menyelenggarakan Pendidikan Tinggi yang Unggul dan menghasilkan lulusan yang mandiri sesuai kebutuhan industri dalam bidang manajemen.
  • - Menyelenggarakan penelitian unggulan dan relevan bagi kebutuhan industri.
  • - Menyelenggarakan pengabdian kepada masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup.

Sistem nilai
  • - Integrity
  • - Entrepreneurship
  • - Best for Excellence

Tujuan
  • - Manjadi lembaga yang unggul dengan mewujudkan kontribusi nyata dibidang pendidikan,penelitian,dan pengabdian kepada masyarakat.
  • - Memberikan kontribusi bagi kemajuan ilmu manajemen.
  • -Memberikan pelayanan terbaik kepada pengguna jasa.
  • - Meningkatkan kesejahteraan karyawan.



Selasa, 18 November 2008

Tugas Presentasi


persaingan antara perusahaan GSM dan CDMA yang semakin sengit..

Masyarakat mulai merasakan manfaat kompetisi di sektor telekomunikasi dan persaingan teknologi serta persaingan
bisnis antar-operator memberi alternatif pilihan yang menguntungkan. Dengan masuknya Telkomflexi yang berbasis
teknologi CDMA (code division multiple access), maka sekarang masyarakat dapat menikmati layanan telepon seluler
dengan tarif telepon tetap PSTN. Jadi telepon seluler bukan barang mewah lagi.

Dalam menangani persaingan ini, peranan dan konsistensi regulator benar diuji. Yaitu bagaimana kebijakan dan
kebijaksanaan regulasi sektor telekomunikasi untuk mengutamakan kepentingan publik di atas kepentingan para pemain
bisnis.

Permasalahan utama pemerintah selama ini adalah bagaimana mempercepat penambahan infrastruktur telekomunikasi
di Indonesia. Kepadatan telepon (teledensitas) sampai saat ini baru 3,7 persen, atau rata-rata tiga telepon di antara
seratus penduduk. Tentunya angka ini akan lebih kecil lagi untuk di daerah-daerah pedesaan atau daerah terpencil yang
bisa hanya mencapai 0,01 persen saja. Diperlukan terobosan-terobosan teknologi dan regulasi untuk mendongkrak
angka teledensitas Indonesia yang sudah jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara tetangga kita.

Di Indonesia, liberalisasi bisnis seluler dimulai sejak tahun 1995, saat pemerintah mulai membuka kesempatan kepada
swasta untuk berbisnis telepon seluler dengan cara kompetisi penuh. Bisa diperhatikan, bagaimana ketika teknologi GSM
(global system for mobile) datang dan menggantikan teknologi seluler generasi pertama yang sudah masuk sebelumnya
ke Indonesia seperti NMT (nordic mobile telephone) dan AMPS (advance mobile phone system)

Teknologi GSM lebih unggul, kapasitas jaringan lebih tinggi, karena efisiensi di spektrum frekuensi. Sekarang, dalam
kurun waktu hampir satu dekade, teknologi GSM telah menguasai pasar dengan jumlah pelanggan lebih dari jumlah
pelanggan telepon tetap. Tren ini akan berjalan terus karena di samping fitur-fiturnya lebih menarik, telepon seluler masih
merupakan prestise, khususnya bagi masyarakat Indonesia.

Namun, sampai saat ini telepon seluler masih merupakan barang mewah, tidak semua lapisan masyarakat bisa
menikmatinya. Tarifnya masih sangat tinggi dibandingkan dengan telepon tetap PSTN (public switched telephone
network), baik untuk komunikasi lokal maupun SLJJ (sambungan langsung jarak jauh), ada yang mencapai Rp 4.500 per
menit flat rate untuk komunikasi SLJJ.

Namun, berapa pun tarif yang ditawarkan operator seluler GSM, karena tidak ada pilihan lain, apa boleh buat, diambil juga.
Terutama karena telepon PSTN tidak bisa diharapkan. Jadi, masuknya CDMA menjanjikan solusi teknologi yang ekonomis
untuk memenuhi kewajiban pemerintah dalam mempercepat penambahan PSTN. Apalagi, CDMA datang dengan
teknologi seluler 3G, yang menawarkan fitur-fitur yang lebih canggih dibandingkan dengan teknologi GSM. Keunggulan ini
sekaligus dapat memenuhi kebutuhan gaya hidup masyarakat modern.

Sekarang dengan masuknya teknologi CDMA dari kubu lain dengan pelaku bisnis baru apakah itu dari Amerika, Jepang,
Korea, atau Cina, diharapkan iklim bisnisnya akan lebih terbuka. Perlu dicermati apakah ada itikad baik pemain baru itu
untuk meningkatkan pemberdayaan sumber daya manusia kita.

Tentu pemerintah dan para operator harus mempunyai kekuatan negosiasi yang kuat, jangan sampai mereka datang
dengan sederet permintaan dan syarat untuk memudahkan mereka berbisnis, sementara kita tidak tahu mau minta apa
kepada negara mereka. Meskipun kita tak mempunyai keunggulan kompetitif dalam teknologi ini, tetapi potensi pasar yang
menjanjikan, bisa dijadikan kekuatan tawar, misalnya untuk memperjuangkan transfer teknologi yang nyata. Hal lain yang
perlu dicermati adalah jangan sampai terjadi ketergantungan pada satu atau dua vendor seperti pengalaman kita
terdahulu dengan Siemens.

Dari aspek teknologi, baik GSM atau CDMA merupakan standar teknologi seluler digital, hanya bedanya GSM
dikembangkan oleh negara-negara Eropa, sedangkan CDMA dari kubu Amerika dan Jepang. Tetapi perlu diperhatikan
bahwa teknologi GSM dan CDMA berasal dari jalur yang berbeda sehingga perkembangan ke generasi 2,5G dan 3G
berikutnya akan berbeda terus seperti bisa dilihat pada skema.

Oleh karena itu, kita harus hati-hati memilih teknologi. Ketika kita memilih CDMA, maka selanjutnya harus mengikuti jalur
up-grade CDMA terus. Perlu diingat, up-grade jaringan dalam satu jalur teknologi akan lebih gampang dan lebih murah
dibandingkan migrasi ke teknologi lain.

Kinerja jaringan merupakan kriteria berikutnya yang harus diperhatikan dalam pemilihan teknologi. Kinerja jaringan seluler
sangat tergantung efisiensi pemakaian spektrum frekuensi dan sensivitas terhadap interferensi karena spektrum
frekuensi merupakan sumber daya yang sangat terbatas.

Untuk meningkatkan efisiensi spektrum frekuensi, maka dilakukan teknik penggunaan kembali frekuensi re-used,
mempergunakan kembali frekuensi yang sama pada sel lainnya pada jarak tertentu supaya tidak terjadi interferensi.
Teknologi CDMA memiliki kapasitas jaringan yang lebih tinggi dibandingkan dengan teknologi GSM dan frekuensi yang
sama dapat dipergunakan pada setiap sel yang berdekatan atau bersebelahan sekalipun.
Teknologi CDMA didesain tidak peka terhadap interferensi. Di samping itu, sejumlah pelanggan dalam satu sel dapat
mengakses pita spektrum frekuensi secara bersamaan karena mempergunakan teknik pengkodean yang tidak bisa
dilakukan pada teknologi GSM.

Mobilitas terbatas

Mobilitas merupakan keunggulan utama teknologi seluler dibandingkan telepon tetap. Setiap pelanggan dapat
mengakses jaringan untuk melakukan komunikasi dari mana saja dan di sini letak perbedaan dengan telepon tetap.
Konsep desain teknologi seluler menjamin mobilitas setiap pelanggan untuk melakukan komunikasi kapan pun dan di
mana pun dia berada. Jadi dari aspek teknologi, tidak ada batasan mobiltas pelanggan bahkan jelajah (roaming)
internasional dapat dilakukan.

Kalau dilakukan pembatasan, apalagi jika dibatasi penggunaan teknologi itu hanya dalam satu sel, pelanggan hanya bisa
melakukan komunikasi atau mempergunakan teleponnya dalam daerah cakupan BTS (base transceiver station) di mana
dia berlangganan.

Untuk Jakarta tentu sangat tidak efektif dan tidak efisien karena misalnya pelanggan yang punya rumah di Jakarta Timur,
bekerja di Jakarta Pusat, atau belanja ke Glodok, teleponnya sudah tidak bisa dipergunakan. Di samping itu, pembatasan
ini bisa dimanfaatkan operator untuk menambah biaya roaming antarsel yang tentu akan merugikan, mempersulit, atau
membodohi masyarakat. Jangan sampai karena persaingan bisnis para operator lalu masyarakat dikorbankan. Jika
pembatasan tetap ingin dilakukan, tentu perlu dipikirkan batasan yang wajar. Misalnya, batasan cakupan meliputi
Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi).

Kejadian ini tidak jauh berbeda dengan apa yang dihadapi India sekitar tahun 2000 ketika para operator GSM khawatir
bisnis mereka terancam saat CDMA masuk. Pemerintah memberikan izin teknologi seluler CDMA-WLL dioperasikan untuk
mempercepat infrastruktur PSTN mereka, untuk mencapai target 7 persen teledensitas pada tahun 2005 mendatang.
Sampai sekarang, Pemerintah India tetap konsisten mempertahankan teknologi CDMA, dengan mobilitas tetap dibatasi,
tetapi daerah cakupan cukup luas yaitu kira-kira satu provinsi.

Menghadapi persaingan bisnis yang makin sengit dan siklus serta persaingan teknologi yang makin cepat, dalam
menentukan kebijakan dan kebijaksanaannya, regulator harus melihat dari segala sudut pandang dengan suatu kajian
yang komprehensif, tidak parsial. Dan yang lebih penting lagi, harus mampu mengantisipasi segala perubahan yang
mungkin terjadi supaya tidak ketinggalan terus.

Dengan adanya konvergensi teknologi telekomunikasi dengan teknologi informasi, kebijakan lisensi seharusnya tidak lagi
tergantung teknologi maupun jasa. Setiap operator bebas memilih teknologi yang paling ekonomis dan cocok untuk
meningkatkan daya saing mereka, agar bisa menawarkan jasa kepada masyarakat dengan tarif yang rendah. Regulator
benar-benar harus independen, tidak memihak kepada teknologi atau vendor mana pun.

Lebih jauh lagi, liberalisasi sektor ini menuntut regulator untuk menjaga kesinambungan layanan kepada masyarakat,
jangan sampai terjadi cherry picking yang mungkin dilakukan oleh pemain-pemain baru. Saat mereka terjepit, mereka
begitu saja berangkat tanpa memiliki tanggung jawab moral kepada masyarakat.
Biasanya kasus ini terjadi pada negara-negara berkembang di mana hukum dan regulasi masih sangat lemah, seperti
pernah terjadi di India sehingga langkah-langkah strategis perlu dipersiapkan baik oleh regulator maupun operator.
Misalnya untuk mengantisipasi persaingan, sebaiknya operator GSM mulai memikirkan alternatif solusi teknologi apakah
up-grade atau migrasi.

Oleh karena itu, peran pemerintah dan regulator tetap sangat dibutuhkan untuk menjaga kepentingan masyarakat suatu
negara terutama dalam masa transisi dari monopoli ke kompetisi. Bagi negara kita, yang sampai saat ini hanya jadi
pembeli dan pemakai teknologi tersebut, tentu harus pintar- pintar memilih teknologi yang paling ekonomis dan cocok
dengan kebutuhan dan kemampuan ekonomi masyarakat.
Jangan sampai terpaku pada suatu teknologi atau pada satu-dua vendor saja. Kita harus bisa mobile secara bebas, tidak limited mobility.